Hallo guys, terimakasih ya udah mampir ke blog aku ^_^

Selasa, 20 Oktober 2015

Selamat Tinggal Kamu

Selasa, 20 Oktober 2015.
Ku tulis ini untukmu, sebagai ungkapan perasaanku.

Aku sudah tak punya alasan kenapa aku harus bertahan. Mungkin ini jawaban terbaik atas semua yang sudah aku lakukan. Aku ingin mundur saja, bukannya aku sudah menyerah atau mau menjauh. Tapi, ini agar kamu tahu dan mengerti semua yang aku lakukan tak semudah yang kamu kira. Aku harus memendam rasa yang bahkan kamu sendiri tak sadar akan hal itu. Aku mencoba bertahan sekuat hati untuk terus mendapatkan dan memperjuangkanmu. Tapi aku sendiri bingung, aku harus gimana. Saat aku merasa sendiri, aku merasa sangat sedih. Aku sudah mencoba menjadi wanita baik untukmu, berusaha untuk selalu ada untukmu, selalu membantumu disaat kamu butuhkan. Tapi aku sendiri sadar, bahwa aku bukanlah yang kamu inginkan. Kamu hanya datang padaku saat kamu membutuhkanku saja, setelah itu kamu pergi lagi. Sekali lagi aku merasa tak dihargai dan hanya seperti perempuan bodoh yang mengejar lelaki untuk mendapatkan cintanya, yang padahal dia tahu tak mungkin bisa memilikinya. Jujur saja, ada banyak lelaki disampingku yang ingin mendekat denganku dan ingin berhubungan serius denganku. Yang aku rasa mereka lebih baik darimu, tapi mengapa mata dan hatiku hanya ingin tertuju padamu. Apakah yang membuat dirimu begitu spesial di mataku. Aku bingung dengan keadaan ini. Yang seharusnya aku sudah lepas darimu, namun mengapa sampai sekarang bayangan wajahmu masih saja menyelimuti hari-hariku. Aku ingin bebas dari perasaan ini dan kembali menikmati hidupku sebahagia dulu sebelum kita berpisah.

Sebenarnya kamu sudah mulai hilang dari benak dan pikiranku. Namun nggak tahu kenapa belakangan ini aku merasa galau dan risau mengingatmu, aku teringat lagi akan dirimu. Berhari-hari, aku berusaha mengisi waktu luangku, dengan apapun yang bisa aku kerjakan agar aku tidak punya waktu bahkan sedetik saja untuk mengingatmu.
Tolong buat aku lupa. Karna aku tak lagi temukan cara terbaik untuk menghilangkan kamu dari pikiranku.
Aku pun ingin berpikir logis, aku pun ingin menggunakan logikaku dan membuka mataku lebar-lebar bahwa kita tak mungkin bersatu dan bersama. Aku pun ingin tak berharap lebih, tapi aku sudah terlanjur mencintaimu, dan aku tak tahu bagaimana caranya mengantisipasi semua luka jika kamu tidak akan pernah kembali lagi padaku? Aku pun ingin melupakanmu, tapi saat tahu bahwa bersamamu adalah harapanku, rasanya sangat sulit untuk melupakanmu hanya dalam waktu singkat saja. Aku pun ingin menjauh dari semua bayangmu, tapi diriku selalu menginginkanmu, mataku hanya mau membaca semua chat darimu, dan hatiku hanya menuju padamu. Aku sungguh jatuh cinta padamu dan rasanya sangat sulit menerima kenyataan bahwa kita tidak lagi bercakap-cakap sesering dulu lagi. Dalam kesibukanku, aku selalu menatap ponselku. Setiap ada pemberitahuan masuk, aku berharap itu kamu. Setiap ponselku berdering, aku berharap itu kamu. Setiap sebuah chat masuk, aku berharap itu kamu. Namun semua hanyalah semu dan membuatku semakin galau.
Mungkin mulai sekarang aku harus benar-benar mengikhlaskanmu dan tak berharap untuk bisa memilikimu lagi. Mungkin dengan keputusan ini aku akan bisa melupakanmu. Aku akan menjauh darimu, menghilangkan semua hal tentangmu. Aku tak akan berusaha menghubungimu lagi dan memutuskan untuk melepasmu dari untaian doa-doa panjangku. Aku sadar diri kok, aku bukanlah wanita baik pilihanmu. Aku juga tak pintar dan tak kaya. Aku hanya wanita biasa saja yang berusaha melakukan hal terbaik untuk lelaki yang dicintainya. Mungkin aku terlalu bodoh... Selamat tinggal, semoga kamu bahagia dengan kehidupan dan pilihanmu. Terimakasih pernah membuatku bahagia dan menaruh harapan besar padamu. 

Minggu, 18 Oktober 2015

Mengais Masa Lalu

Mengais Masa Lalu - Dwitasari
Kamu selalu mengajari ku mengais-ngais masa lalu
Memaksa ku untuk kembali menyentuh kenangan

Terdampar dalam bayang-bayang yang kau gurat secara sengaja
Seakan-akan sosok mu nyata

Menjelma menjadi pahlawan kesiangan
Yang merusak kebahagiaan

Dalam kenangan kau seret aku perlahan
Menuju masa yg harusnya aku lupakan

Hingga aku kelelahan
Hingga aku sadar bahwa aku sedang di permainkan...

Inikah caramu menyakiti ku?
Inikah caramu mencabik-cabik perasaanku?

Apakah dengan melihat tangis ku itu berarti bahagia buat mu?
Apakah dengan menorehkan luka di hatiku?

Berarti kemenangan bagimu....

Siapa aku di matamu?
Hingga begitu sulit kau lepaskan aku dari jeratanmu...

Apakah boneka kecil mu ini dilarang untuk bahagia?
Apakah wayang yang sering kau mainkan ini dilarang mencari kebebesan?
Mengapa kau sering memperlakukan aku seperti mainan?

Kapan kau ajari aku kebebesan?
 Ajari aku caranya melupakan..

Meniadakan segala kecemasan
Meniadakan segala kenangan

Nyatanya derai air mataku hanya di sebabkan olehmu

Ajari aku caranya melupakan..
Sehingga aku lupa caranya menangis
Sehingga aku lupa caranya meratap
Karena aku selalu kenal air mata

Aku hanya ini tertawa
Sehingga hati aku mati rasa akan luka...

Mungkin, aku terlalu berharap banyak

Mungkin, aku terlalu berharap banyak

Rasanya semua terjadi begitu cepat, kita berkenalan lalu tiba-tiba merasakan perasaan yang aneh. Setiap hari rasanya berbeda dan tak lagi sama. Kamu hadir membawa banyak perubahan dalam hari-hariku. Hitam dan putih menjadi lebih berwarna ketika sosokmu hadir mengisi ruang-ruang kosong di hatiku. Tak ada percakapan yang biasa, seakan-akan semua terasa begitu ajaib dan luar biasa. Entahlah, perasaan ini bertumbuh melebihi batas yang kutahu.


Aku menjadi takut kehilangan kamu. Siksaan datang bertubi-tubi ketika tubuhmu tidak berada di sampingku. Kamu seperti mengendalikan otak dan hatiku, ada sebab yang tak kumengerti sedikitpun. Aku sulit jauh darimu, aku membutuhkanmu seperti aku butuh udara. Napasku akan tercekat jika sosokmu hilang dari pandangan mata. Salahkah jika kamu selalu kunomorsatukan?


Tapi... entah mengapa sikapmu tidak seperti sikapku. Perhatianmu tak sedalam perhatianku. Tatapan matamu tak setajam tatapan mataku. Adakah kesalahan di antara aku dan kamu? Apakah kamu tak merasakan yang juga aku rasakan?


Kamu mungkin belum terlalu paham dengan perasaanku, karena kamu memang tak pernah sibuk memikirkanku. Berdosakah jika aku seringkali menjatuhkan air mata untukmu? Aku selalu kehilangan kamu, dan kamu juga selalu pergi tanpa meminta izin. Meminta izin? Memangnya aku siapa? Kekasihmu? Bodoh! Tolol! Hadir dalam mimpimu pun aku sudah bersyukur, apalagi bisa jadi milikmu seutuhnya. Mungkinkah? Bisakah?


Janjimu terlalu banyak, hingga aku lupa menghitung mana saja yang belum kamu tepati. Begitu sering kamu menyakiti, tapi kumaafkan lagi berkali-kali. Lihatlah aku yang hanya bisa terdiam dan membisu. Pandanglah aku yang mencintaimu dengan tulus namun kau hempaskan dengan begitu bulus. Seberapa tidak pentingkah aku? Apakah aku hanyalah persimpangan jalan yang selalu kau abaikan – juga kautinggalkan?


Apakah aku tak berharga di matamu? Apakah aku hanyalah boneka yang selalu ikut aturanmu? Di mana letak hatimu?! Aku tak bisa bicara banyak, juga tak ingin mengutarakan semua yang terlanjur terjadi. Aku tak berhak berbicara tentang cinta, jika kauterus tulikan telinga. Aku tak mungkin bisa berkata rindu, jika berkali-kali kauciptakan jarak yang semakin jauh. Aku tak bisa apa-apa selain memandangimu dan membawa namamu dalam percakapan panjangku dengan Tuhan.


Sadarkah jemarimu selalu lukai hatiku? Ingatkah perkataanmu selalu menghancurleburkan mimpi-mimpiku? Apakah aku tak pantas bahagia bersamamu? Terlau banyak pertanyaan. Aku muak sendiri. Aku mencintaimu yang belum tentu mencintaiku. Aku mengagumimu yang belum tentu paham dengan rasa kagumku.


Aku bukan siapa-siapa di matamu, dan tak akan pernah menjadi siapa-siapa. Sebenarnya, aku juga ingin tahu, di manakah kauletakkan hatiku yang selama ini kuberikan padamu. Tapi, kamu pasti enggan menjawab dan tak mau tahu soal rasa penasaranku. Siapakah seseorang yang telah beruntung karena memiliki hatimu?


Mungkin... semua memang salahku. Yang menganggap semuanya berubah sesuai keinginanku. Yang bermimpi bisa menjadikanmu lebih dari teman. Salahkah jika perasaanku bertumbuh melebihi batas kewajaran? Aku mencintaimu tidak hanya sebagi teman, tapi juga sebagai seseorang yang bergitu bernilai dalam hidupku.


Namun, semua jauh dari harapku selama ini. Mungkin, memang aku yang terlalu berharap terlalu banyak. Akulah yang tak menyadari posisiku dan tak menyadari letakmu yang sengguh jauh dari genggaman tangan. Akulah yang bodoh. Akulah yang bersalah!


Tenanglah, tak perlu memerhatikanku lagi. Aku terbiasa tersakiti kok, terutama jika sebabnya kamu. Tidak perlu basa-basi, aku bisa sendiri. Dan, kamu pasti tak sadar, aku berbohong jika aku bisa begitu mudah melupakanmu.


Menjauhlah. Aku ingin dekat-dekat dengan kesepian saja, di sana lukaku terobati, di sana tak kutemui orang sepertimu, yang berganti-ganti topeng dengan mudahnya, yang berkata sayang dengan gampangnya.

Puisi Musikalisasi Dwitasari